Transcript
Production smoothing
Dalam Sistem Manufaktur Just-In-Time:
Tinjauan Terhadap Model Pendekatan dan Solusi
Production smoothing
adalah salah satu yang paling penting dalam kegiatan
perencanaan taktis untuk operasi yang efisien dari produk campuran sistem
manufaktur just-in-time (JIT). Sehingga, perhatian penelitiaan difokuskan pada
topik ini. Namun, pemeriksaan lebih dekat dengan analisis literatur
mengungkapkan bahwa mayoritas pekerjaan yang ada disinkronisasi
berkonsentrasi pada sistem perakitan, yang, sebagian, disebabkan oleh kenyataan
bahwa filsafat JIT berasal dari jalur perakitan lingkungan. Hal ini membatasi
penerapan hasil penelitian analisis dalam praktik pengaturan. Makalah ini pertama
membahas pemodelan praktis dan tantangan yang muncul dalam meratakan
produksi dalam konteks manufaktur JIT. Kemudian, sebuah tinjauan luas dari
literatur yang ada memfokuskan pada model analitis dan solusi algoritma yang
dikembangkan di lapangan telah diberikan.
1. Introduksi
Toyota Production System (TPS) adalah satu set alat terpadu dan metode
yang berfokus pada identifikasi dan penghapusan limbah, dan karena itu
meningkatkan produktivitas. Filsafat 'Just-in-time' (JIT), yang diberi nama setelah
sebuah frasa berasal di Toyota Motor Company, merekomendasikan merancang
dan mengendalikan proses manufaktur seperti barang-barang yang dibutuhkan
diproduksi dalam kuantitas yang diperlukan ketika mereka dibutuhkan. Untuk
tujuan ini, TPS menunjukkan bahwa seharusnya produksi dipicu oleh permintaan,
penganjuran penggunaan sistem penarikan untuk kontrol produksi. Secara khusus,
ketika penarikan kontrol produksi berlaku, jadwal produksi untuk tahapan terakhir
dalam operasi manufaktur disebarkan melalui semua tahapan operasi manufaktur.
Tujuan meratakan produksi, yang merupakan keputusan perencanaan tingkat
taktis juga disebut sebagai Heijunka atau tingkat penjadwalan, adalah untuk
mengurangi variabilitas dari tingkat produksi pada tahap akhir operasi manufaktur
sehingga dapat menciptakan permintaan yang stabil untuk operasi manufaktur lain
pada tahap-tahap sebelumnya. Oleh karena itu, production smoothing merupakan
elemen kunci TPS, dan karena itu sebuah komponen kunci dari filosofi JIT
(Walleigh 1986, Coleman dan Vaghefi 1994, Monden 1998).
Karena harapan pelanggan untuk meningkatkan variasi produk, perusahaan
manufaktur telah memperluas campuran produk mereka untuk memasukkan
jumlah yang lebih besar masing-masing produk akhir dengan beberapa varian
yang berbeda. Oleh karena itu, sistem produk campuran, di mana sumber daya
manufaktur dibagi di antara beberapa kelompok dari produk multipel masing-
masing dengan beberapa jenis yang memungkinkan, telah menjadi lebih umum di
industri manufaktur dan telah dipelajari secara luas. Di beberapa industri seperti
industri elektronik, peningkatan dalam berbagai produk mengarah ke varian tinggi
dalam permintaan. Hal ini, pada akhirnya, memerlukan peningkatan kemampuan
sistem manufaktur untuk menanggapi peningkatan variabilitas, mungkin melalui
adopsi dari manufaktur yang fleksibel dan prinsip-prinsip manufaktur yang
tangkas (Yusuf et al. 1999). Namun, di beberapa industri seperti industri peralatan
industri, meskipun berbagai produk tinggi, variabilitas permintaan mungkin masih
relatif rendah karena perusahaan ini berusaha untuk menstabilkan permintaan
terhadap produk akhir menggunakan strategi manajemen pasokan yang efektif.
Dalam industri, penggunaan prinsip-prinsip manufaktur JIT masih merupakan
pilihan. Dengan meningkatnya kompleksitas struktur produk dan tingkat
diversifikasi produk konfigurasi, operasi manufaktur menjadi semakin lebih rumit,
render production smoothing untuk campuran produk sistem JIT masalah yang
cukup menantang.
Semakin banyak perusahaan dari berbagai industri yang tertarik untuk
mengadopsi filsafat JIT untuk meningkatkan produktivitasnya, dan dengan
demikian juga meningkatkan daya saing mereka di pasar. Pada kenyataannya,
sebuah studi baru-baru ini melaporkan bahwa filsafat JIT telah diadopsi oleh
banyak perusahaan manufaktur dari keseluruhan industri, termasuk elektronik,
industri mesin, makanan dan tekstil, dan lain-lain (Fullerton dan McWatters
2001). Adopsi filsafat JIT mengharuskan perusahaan untuk merestrukturisasi
operasi manufaktur mereka. Walleigh (1986) menekankan pentingnya production
smoothing dan menyatakan bahwa kemungkinan untuk menjadi salah satu
langkah pertama dalam transformasi manufaktur JIT. Lummus (1995) melakukan
studi simulasi tiga stasiun perakitan (yang menarik dari sub-majelis tiga sub-baris
dengan satu, dua dan tiga stasiun, masing-masing) di mana produk yang berbeda
memiliki setup yang berbeda dan waktu pemrosesan yang diperlukan, dan
menunjukkan bahwa jadwal produksi yang diperoleh dengan metode
production
smoothing
terutama dirancang untuk mensinkronkan jalur perakitan. Oleh karena
itu, dalam rangka untuk memfasilitasi adopsi yang lebih luas dalam JIT
manufaktur, ada kebutuhan yang jelas untuk mengembangkan seperangkat solusi
analitis model dan algoritma yang membahas masalah
smoothing
produksi (PSP)
dalam berbagai lingkungan manufaktur realistis.
Tujuan makalah ini adalah untuk memberikan tinjauan kritis dari analitis
literatur saat ini tentang
smoothing production
untuk campuran produk sistem
manufaktur JIT. Alat analisis alternatif, seperti simulasi, dikutip sebagai relevan,
namun berada di luar lingkup dari tinjauan ini, karena minat penulis terletak
dalam menempatkan penekanan pada pemodelan analitik dan pembangunan
algoritma untuk mendukung pengambilan keputusan. Setelah menyelidiki sejauh
mana alamat literatur yang ada PSP dalam berbagai lingkungan manufaktur yang
ditemui dalam praktik, penulis akan meninjau pemodelan yang ada dan solusi
pendekatan dan mengidentifikasi jalan-jalan baru dari penelitian.
2. Pembahasan tentang isu-isu praktis dan pemodelan dalam
production
smoothing
2.1. Masalah praktis
Kubiak (1993) memberikan tinjauan komprehensif dari literatur analisis ini
sampai 1993. Namun, pemeriksaan lebih dekat tentang lingkungan manufaktur
yang melekat pada industri manufaktur JIT sekarang menjadi semakin lebih luas
mengungkapkan bahwa tahap akhir operasi manufaktur tidak harus terdiri dari
jalur perakitan yang selaras; itu mungkin (i) mesin satu toko, (ii) aliran toko, atau
(iii) pekerjaan toko juga. Masing-masing lingkungan manufaktur model analitis
yang berbeda menimbulkan tantangan untuk PSP, di mana keuntungan yang akan
diperoleh dari
production smoothing
adalah sama dan sangat penting.
Production smoothing
di Toyota berfokus pada pengurangan variabilitas
tingkat konsumsi sub-perakit yang digunakan pada tahap akhir (Monden 1983).
Miltenburg dan Sinnamon (1989) memperluas pendekatan Monden's (1983)
dengan mempertimbangkan smoothing kedua produk akhir tingkat produksi dan
sub-perakitan tingkat konsumsi pada tahap sebelumnya dari sistem manufaktur.
Miltenburg (1989) berkenaan dengan mengurangi variabilitas dari tingkat
produksi untuk produk akhir pada tahap akhir saja. Lebih khusus lagi, pendekatan
Miltenburg dan Sinnamon's (1989) berfokus pada pengendalian seberapa sering
sub-perakit yang diperlukan untuk produk akhir yang menarik serta produk akhir
selesai, sedangkan pendekatan Miltenburg's (1989) adalah pengendalian
berkonsentrasi hanya pada bagaimana sering produk akhir selesai.
2.2. Model masalah
Monden (1983) mengidetifikasi penggunaan dari sub-assembly dan sumber
beban menjadi 2 object penting pada manufaktur JIT. Kesuksesan pengguaan
dititikberatkan pada rata-rata produk akhir, yang sebaik pada rata-rata konsumsi
sub assembly yang akan ke produk jadi. Kesuksesan merupakan sebuah fungsi
deviasi dari produksi actual/konsumsi disbanding produksi ideal/konsumsi.
Kesuksesan beban dititikberatkan pada kebutuhan proses dan bagian deviasi dari
level beban kerja actual pada sumber produksi dari level beban kerja ideal.
Asumsi bahwa kebutuhan rata-rata dari produk akhir adalah konstan dan
berkelanjutan, kuantitas ‘ideal’ kumulatif untuk produk akhir semua waktu biasa
dimodelkan dalam fungsi linier (gambar 1 ). Bagaimanapun, sejak sumber
produksi tidak dapat membuat produk berbeda secara simultan, pencapaian
tingkat produk ideal tidak nyata pada prakteknya. Kuatitas produksi actual
kumulatif untuk produk akhir dalam jadwal dapat dibuat tidak kontinyu sebagai
fungsi linier piecewise, linier bertambah ketika produk akhir sedang diproduksi da
tidak meningkat, dimana tertuang dalam gambar 1. Kemudian, area yang diarsir
antara fungsi linear dan diskontinyu piece-wise fungsi diberikan pada deviasi
kuantitas aktual produksi dari kuantitas ideal. Sesungguhnya, total area yang lebih
kecil diluar horiso perencanaan adalah lebih baik, lebih halus daripada jadwal
aktualnya.
Baik untuk penggunaan dan pembebanan, baik positif dan negative
deviasinya dapat diobservasi. Untuk itu, dalam penformulaan dan fungsi objektif,
kita dapat mengambil baik pangkat atau niali absolute deviasinya, dimana menjadi
nilai pangkat atau nilai absolute fungsi objectif. Akhirnya, problem optimasi dapat
diformulakan untuk baik meminimalisir deviasi total atau deviasi maximum, yang
disebut dengan fungsi minsum dan minmax.
Asumsi permodelan awal yang menentukan karakteristik menyebabkan
kesulitasn dalam pemecahan problem optimasi. Dalam literature terdapat banyak
pekerjaan dimana mengasumsikan waktu setup nol, dan memungkinkan
pergantian. Sama dengan, penggiunaan waktu akan mempegaruhi seberapa rumit
problem optimasi yang akan dipecahkan. Pekerjaan biasanya mengasumsikan
waktu proses unit, dimana kebanyakan pekerjaan berfokus waktu proses.
Dalam review literature, kita dapat memperhatikan empat identifikasi
karakteristik yang berhbugan dengan prektik dan kasus permodelan, dinamakan
(i)karakteristik tingkat final dari operasi menufaktur
(ii)penghalusan aktivitas produksi
(iii)karakteristik dan formulasi dari fungsi objektif
(iv)asumsi yang berhubungan dengan set up dan waktu proses
Setelah didiskusikan, setiap karakteristik tersebut memiliki akibat pada
praktik yang relevan dalam system dan kompleksitas komputasi dari model
optimasinya.
3. PSP dalam garis sistem Assembly
Dalam literature utama PSP, yang didukung oleh buku Monden’s (1983),
terkonsen dengan garis assembly. Waktu proses yang dibutuhkan untuk setiap
produk akhir saat si tiap stasiun harus disinkroka dengan waktu assembly juga.
Untuk itu, berdasarkan durasi waktu yang berputar dan produk akhir
meninggalkan tempat assembly menjadi produk jadi, semua unit line diproses
dalam stasiun itu dan secepatnya diberikan produk jadi lagi. Terlebih lagi, waktu
set-up terpengaruh jika antara produk akhir yang berbeda diasumsikan diabaikan.
3.1 Preliminaries
Produk campuran system JIT disumsikan kosisten dalam level manufaktur
L. dan diindekskan dengan ℓ. Tahap akhir adalah line assembly dan ini
ditunjukkan sebagai level pertama (i.e. ℓ=1). Sama dengan tahap awal proses
manufaktur adalah L level (i.e. ℓ= L). Setiap level ℓ memproses nℓ item yang
berbeda. Misalnya level pertama memproses n1 produk akhir yang berbeda,
dimana tahap selanjutnya memproses nℓ sub assembly yang berbeda untuk ℓ=2,
…, L. kuantitas untuk sebuah sub assembly i pada level ℓ yang dibutuhkan untuk
mengasembly sebuah unit produk akhir h diberika pada bℓih. Permintaan utuk
item i dalam level ℓ dinoktahkan dengan : dℓI untuk ℓ=1,…,L dan i= 1,…, n ℓ.
Akhirnya, Dℓ total level permintaan ℓ,i.e. dan level permitaan
untuk tiap item i dalam tiap item ℓ dinoktahkan dengan
Jadwal produksi untuk level yang pertama dinoktahkan dengan .
mengandung tahap D1 secara total, dan tiap tahap sebuah produk single akhir
dapat diproses i.e. untuk K=1,…, D1. Jika x1,i,k kumulatif
kuatitas dari produk akhir i produksi tahap k pertama dari i=1,…, n1 da k=0,…,
D1. kita memiliki x1,i,0 = 0 dan . Begitu juga dengan
xℓ,i,k sebagai kuatitas kumulatif sub assembly pada konsumsi i untuk ℓ=2,…L.
i=1,…nℓ. dan k=0,…D1. disinio kita medapatkan xℓ,i,0 = 0 dan
Disii, kumulatif asumsi sub assembly adalah old an tiap
tahap meningkat kebutuhan kuantitas dap roses produk akhirnya. Model yang
memungkikan kosumsi kuantitas dari fungsi diskontiyu terdapat pada gambar 2
dimana deviasi berada diantara 2 fungsi tersebut.
Dengan kata lain, jika nilai-nilai permintaan untuk produk akhir yang
berbeda memiliki kesamaan pembagi, maka dapat dibagi menjadi Faktor
persekutuan terbesar dan terkecil sehingga hal ini dapat dipecahkan. Dalam
bagian ini, diasumsikan tidak memiliki pembagi lebih besar dari satu.
Miltenburg (1989) berfokus pada tujuan penggunaan akhir produk di akhir
tahap dari sistem manufaktur dan merumuskan masalah sebagai integer kuadrat
model optimasi dengan fungsi objektif
Aigbedo (2000) mempelajari struktur properti dari formula berikut
Solusi paling efisien dari permasalahan berdasar (Kubiak dan Sethi)
(1991,1994) yang mencatat bahwa , untuk tiap unit dapat dimungkinkan untuk
menentukan posisi yang ideal dari langkah tersebut. Hal ini juga memungkinkan
untuk mendefinisikan sebuah fungsi biaya yang meningkat jika salinan dari suatu
barang menyimpang dari yang posisi yang ideal. Kuniak dan Sethi (1991) definisi
dari biaa mengacu pada reformulasi dari model Miltenburg sebagai problem
penugasan dengan elemen-elemen D dan dapat diselesaikan. Lebih lagi,
reformulasi ini dapat digunakan ketika tujuan dari formula ini dalam bentuk
Dimana Fi(.) adalah fungsi unimodal conveks yang
bernilai minimum = 0.
(Kubiak dan Sethi 1991,1994) mencatat bahwa definisi ini mencakup antara
nilai kuadrat dan nilai absolut pada fungsi objektif, dan dapat digeneralisasi untuk
kasus-kasus dimana berat berhubungan dengan produk akhir.
Menggunakan cara yang sama (Inman dan Bulfin (1991) menentukan posisi
ideal untuk masing-masing salinan dari setiap produk akhir yang dihasilkan.
Kemudian mengukur penggunaan aktual produk dalam setiap tahap dari urutan
dan kemudian membandingkannya untuk penggunaan yang ideal. Masalah ini
dipecahkan dengan awal yang efisien-duedate (EDD) pendekatan yang juga
menemukan solusi yang baik bagi perumusan asli dari Miltenburg (1989).
Steiner dan Yeomans(1993) menggunakan fungsi tujuan mutlak minmax
dan menunjukkan bahwa formulasi ini dapat dikembalikan ke Release Date /
Jatuh Tempo Keputusan Masalah, yang dapat diselesaikan agar optimal dengan
algoritma EDD, dalam O (D1) waktu. Perumusan minmax kuadrat menggunakan
fungsi objektif diselesaikan dalam 0(n1D1) (Brauner dan Crama 2004).
Model yang ada mengingat tujuan pemuatan di bawah pendekatan PRV
menggunakan fungsi tujuan dari penggunaan dan memuat tujuan, di mana wu dan
wL menunjukkan bobot masing-masing tujuan ini. (Miltenburg, 1990).
(Korkmazel dan Meral, 2001) membedakan waktu pemrosesan persyaratan pada
stasiun yang berbeda, dan perbedaan antara waktu produksi aktual yang
dibelanjakan untuk produk i pada workstation m dan waktu produksi ideal yang
seharusnya dipakai untuk produk i pada workstation m, di posisi k pertama dari
urutan:
dimana Wm adalah berat terkait dengan stasiun m, ti, m adalah waktu pemrosesan
dari endproduct di stasiun m, TM. Para penulis menyatakan bahwa masalah
dengan fungsi tujuan tertimbang dapat dikurangi ke masalah tugas dan dipecahkan
secara efisien. Pengamatan lebih dekat menunjukkan bahwa kunci untuk
transformasi ini adalah dekomposisi dari total beban kerja menjadi potongan-
potongan dari beban kerja yang dibuat oleh masing-masing endproduct. Formulasi
yang mengambil total kumulatif beban kerja secara keseluruhan, seperti akan
terlihat dalam seksi berikutnya, tidak dapat diselesaikan secara efisien.Ventura
dan Radhakrishnan (2002) memperkenalkan batch processing untuk PSP di garis
perakitan menggunakan pendekatan PRV. Penulis menganggap ukuran batch yang
diberikan untuk produk akhir. Dalam kasus ini, setup kali dapat dengan mudah
dimasukkan ke dalam (integer) batch processing kali yang berbeda-beda di antara
produk-produk. Sebagai produk yang berbeda membutuhkan waktu yang berbeda
untuk memproses, para penulis menyatakan bahwa munculnya masalah optimisasi
sulit dan mengusulkan prosedur heuristik yang efisien untuk solusi. Karya ini
adalah sebuah kontribusi penting bagi PSP sastra, dalam hal ini memungkinkan
batch processing.
Bagaimanapun juga asusmsi ukuran dibatasi oleh permasalahan. Yavus dan
Tufekci (2004) memperhitungkan batch processing ,dan Aigbedo (2000) terikat
pada fungsi tujuan untuk menjelaskan ukuran batch. Terakhir yang penting, dan
praktis relevan, varian dari PSP pada jalur perakitan
bawah pendekatan PRV dipelajari oleh Drexl dan Kimms (2001), di mana PSP
dipertimbangkan dalam kaitannya dengan apa yang disebut masalah sequencing
mobil (CSP). The CSP adalah berdasarkan pilihan-pilihan, yaitu properti yang
mobil mungkin atau mungkin tidak miliki. Merumuskan CSP, salah satu proses
pra-persyaratan waktu pemrosesan mobil dengan pilihan pada stasiun perakitan
yang menginstal pilihan, dan menghasilkan kendala (dari bentuk Ho : Tidak)
sedemikian rupa sehingga Ho mobil paling banyak dalam setiap subsequence of
No mobil dapat memiliki pilihan itu. Misalnya, waktu pemrosesan persyaratan
dapat mandat bahwa pada kebanyakan tiga mobil dengan atap matahari-opsi yang
diurutkan dalam setiap sub-urutan lima mobil, kendala yaitu atap: 3:5
ditambahkan ke model. Drexl dan Kimms (2001) menggunakan Inman dan
Bulfin's (1991) fungsi objektif dan kendala di samping
(Ho : Tidak ada type) kendala yang diperkenalkan oleh CSP. Untuk solusi tepat
dari gabungan masalah metode generasi kolom disajikan dalam Drexl dan Kimms
(2001) dan cabang-dan-algoritma terikat dalam Drexl et al. (2006).
3.3 ORV on assembly lines
Monden(1998) merumuskan pendekatan ORV menggunakan fungsi tujuan
yang dibentuk dengan menyimpulkan kuadrat penyimpangan dalam sub-perakitan
tingkat konsumsi atas sub-asembli dan tahap:
Miltenburg dan Sinnamon (1989) generalisasi Monden's perumusan masalah
dengan mempertimbangkan deviasi antara yang ideal dan aktual di empat jadwal
tingkat. Fungsi tujuan mereka menggabungkan semua empat tingkat, dengan rasa
hormat untuk mereka bobot w ',' ¼ 1,. . . , 4, dan menetapkan jumlah konsumsi
ideal menggunakan total jumlah konsumsi (X ', k ¼ Pn'
i ¼ 1 x ', i, k) pada tingkat tertentu, sampai tahap tertentu dalam urutan:
Kubiak (1993) mengembangkan generalisasi dari ORV, yang meliputi baik
Monden dan Miltenburg dan model Sinnamon sebagai kasus khusus. Ia juga
menunjukkan bahwa formulasi umum adalah NP-keras.Melengkapi karyanya,
Kubiak et al. (1997) menunjukkan bahwa pendekatan dengan ORV squared
minmax / nilai mutlak fungsi objektif NP-sangat keras. Mereka mengembangkan
prosedur DP yang mampu menangani baik minsum / minmax kuadrat / nilai
mutlak fungsi objektif, berjalan di Walaupun kompleksitas ini adalah terlalu
tinggi, yang penulis mencatat bahwa :
Seperti PSP dengan pendekatan ORV adalah suatu masalah optimisasi yang
sulit, prosedur solusi heuristik menemukan bahwa solusi-solusi yang baik dengan
perhitungan yang layak, diinginkan untuk memecahkan masalah kejadian-
kejadian hidup yang nyata.Beberapa peneliti sudah menerapkan metoda-metoda
meta-heuristic termasuk algoritma-algoritma genetik, optimisasi dan suatu metoda
multi-agent pada pendekatan ORV untuk memperoleh solusi-solusi lebih baik
dibanding (secara relatif) pendekatan heuristik sederhana.
Penolakan varian dari pendekatan ORV adalah pertimbangan kumpulan
proses. Dalam hal ini, tidak hanya urutan sub pemasangan dan hasil akhir, tapi
juga perlu untuk ditentukan proses masing-masing dari mereka yang
mengelompokkan ukuran-ukuran.
Penulis mengusulkan suatu metoda solusi yang memerlukan pemakai untuk
memprioritaskan pemakaian dan memuat sasaran untuk dua tingkatan, dan
menemukan suatu urutan yang memenuhi empat sasaran secara serempak,
memecahkan hubungan menurut prioritas-prioritas yang disediakan oleh pemakai.
Urutan permasalahan perakitan produk campuran, di mana persyaratan
waktu proses berubah di antara produk akhir di stasiun perakitan. Mereka
menyajikan suatu heuristik bernama gol time-based goal-chasing (TBGC), yang
mengevaluasi produk akhir dan memilih satu dengan total penyimpangan
minimum pemakaian sub-assembly terhadap penyelesaian waktu untuk
mandapatkan time rasio. Dengan kata lain, mereka bertujuan untuk
meminimalkan penyimpangan dan dengan metoda TBGC, mereka membangun
suatu urutan kejadian dengan penugasan bagian produk akhir untuk memperkecil
rata-rata simpangan yang terjadi selama pemrosesan nya.
Penulis menunjukkan bahwa masalah optimisasi dapat diubah menjadi satu
masalah penugasan dan penyelesaian yang efektif. Semua yang pekerjaan
kwantitatif di ORV yang didiskusikan di atas diasumsikan bahwa ketika satu
produk akhir dilepaskan ke stasiun perakitan yang pertama, semua bagian
perakitan harus siap di stasiun lini perakitan yang pertama.
4. PSP pada sistem single-machine
Suatu urutan baru pekerjaan di pengaturan produksi berpusat pada sistem di
mana langkah akhir operasi manufaktur dilaksanakan di satu mesin.
Penulis mempertimbangkan satu sistem di mana lamanya waktu yang
ditetapkan dapat digunakan untuk pemrosesan jenis tertentu dari produk akhir.
waktu yang tersedia dapat digunakan untuk pengaturan yang diperlukan, proses
atau lebih banyak unit dari produk akhir, dan, mungkin, beberapa waktu
idle
.
penulis mengusulkan suatu metoda solusi berfasa ganda, di mana banyaknya
susunan-susunan untuk masing-masing produk (jumlah), ukuran-ukuran, dan
panjang waktu ditentukan terlebih dulu di dalam tahap dan bersifat urut di dalam
tahap kedua. Menggunakan waktu membuat masalah fasa kedua relatif lebih
mudah, sebagai masalahnya adalah suatu pendekatan waktu diskret PRV dan
dapat secara efisien dipecahkan sebagai satu masalah penugasan.
Penulis mengusulkan satu prosedur enumerative bahwa hal kecil dapat
diselesaikan dan suatu prosedur heuristik yang parametric untuk memecahkan hal
cukup besar. Bagaimanapun, karena sifat gabungan dari masalah, pendekatan
optimisasi yang tepat adalah pemakaian waktu yang menjadi penghalang untuk
hal besar.
5. PSP pada sistem flow-shop
Suatu area arus produksi (flow shop) terdiri dari satu set mesin-mesin yang
ditempatkan secara urut, di mana sejumlah produk-produk diproses di semua
mesin mengikuti urutan pemrosesan yang sama. Meski urutan dari operasi itu
adalah umum di antara produk-produk, produk-produk tidak perlu untuk diproses
di dalam pesanan yang sama di semua mesin.
McMullen (2002) memperkenalkan konsep pengaturan produksi untuk
memproduksi sistem di mana akhir langkah operasi manufaktur adalah suatu flow
shop dengan waktu pasang urutan prosesnya tergantung untuk produk akhir. Ia
mempertimbangkan kegunaan tujuan akhir untuk pendekatan PRV dalam
hubunganya dengan pengecilan makespan (yang adalah penyelesaian waktu
produk akhir pada flow shop, contohnya, waktu yang diperlukan untuk produksi.
6. Diskusi dan petunjuk riset
Section 3-5 pada paper ini berkontribusi pada pemahaman kita tentang
model dan algoritma yang berkaitan dengan solusi pada masalah “
production
smoothing”
yang muncul dalam konteks
Just in Time Manufacturing
. Review
yang kami lakukan pada literature menunjukkan jika pekerjaan tersisa yang masih
ada mampu memendekkan/menyingkatkan tujuan PSP pada berbagai lingkungan
manufaktur yang ditemui selama latihan dan menempatkan sebuah penekanan
pada pertimbangan yang realistis yang berhubungan dengan karakteristik
lingkungan manufaktur yang bersangkutan.
Pada system perakitan, mayoritas dari pekerjaan yang ada diasumsikan
sebagai satuan unit waktu per proses dan
waktu setup
yang tidak berarti. Asumsi
ini secara nyata mengantarkan pada situasi dimana produksi akhir pada proses
perakitan dalam interval yang sesuai telah selesai. Focus utama dari riset yang
dilakukan ditempatkan pada alur perakitan yang disinkronkan. Lebih jauh, pada
model ORV contohnya pada konsumsi dari sub-perakitan ikut dipertimbangkan,
hal ini diasumsikan jika semua sub-perakitan dari sebuah produk akhir dibutuhkan
saat awal perakitan hingga produk akhir. Sehingga, tahap perakitan dari produk
jadi adalah sama dengan jumlah total tahap sub-perakitan yang dilakukan. Dengan
cara yang sama, hal ini digunakan pada perakitan dimana yang digunakan hanya
satu mesin dan system arus produksi. Riset mengenai hal ini masih berada pada
tahap permulaan, karena paper yang direview pada bagian ini lebih terbatas
lingkupnya, hanya pendekatan PRV yang dipertimbangkan pada system
manufaktur tipe ini. Namun untuk menjembatani jarak antara literature akademik
dan praktiknya dalam industry, ada kebutuhan untuk membangun suatu model
yang mempertimbangkan perbedaan lingkungan manufaktur dan isu-isu yang
mungkin ditemui dalam praktiknya di perusahaan yang kita diskusikan di section
2 dan mengembangkan algoritma yang efektif untuk mendapatkan solusi model
ini. Selanjutnya kita kita indikasikan beberapa tujuan yang spesifik untuk riset
atau penelitian tentang production smoothing yang akan dilakukan untuk masa-
masa mendatang. Hal ini dimaksud agar memenuhi kebutuhan dari industry dan
membantu memfasilitasi perluasan yang tak terbatas dari isu-isu mengenai
JIT
manufacturing
.
Pertama dan yang paling utama, tantangan dalam praktik yang tidak
dipertimbangkan pada masa sekarang harus bisa diprediksi. Hal ini ditekankan
pada semua bagian dari paper ini, terutama didorong oleh TPS, PSP yanghsudah
dipelajari secara penuh pada alur perakitan yang telah disinkronsasikan dengan
membatasi asumsi pengamatan pada proses dan waktu set up. Walaupun asumsi
ini menyederhanakan masalah di tangan dan mampu membuat pengamat
mengembangkan metode solusi yang sangat efisien, tetap saja terbatas dalam hal
aplikasi dalam praktiknya yaitu ketika tahap akhir dari operasi manufaktur tidak
membentuk aliran perakitan yang sinkron. Oleh karena itu diperlukan untuk
memepertimbangkan masalah dalam konteks manufaktur yang berbeda dari
beberapa pekerjaan yang membutuhkan satu mesin serta lingkungan arus
produksi dipertimbangkan sebagai tahap akhir dari banyak langkah sistem
JIT
manufaktur. Pada kenyataannya, Cruickshanks et al. (1984)mendiskusikan sebuah
PSP dalam aktivitas perusahaan yang bertujuan untuk menemukan produksi
optimal dan level persediaan barang yang melebihi horizon perencanaan yang
terbatas. Lebih jauh, literature penjadwalan mempertimbangkan variasi yang
banyak dari lingkungan perusahaan termasuk diantaranya perusahaan terbuka
serta perusahaan siklus.
Dari perspektif model dari mayoritas paper yang ada, sub-perakitan
diasumsikan sebagai syarat sementara sebuah produk akhir yang prosesnya baru
dimulai pada tahap akhir/final. Akan tetapi, pada kenyataannya sebuah produk
akhir mungkin mempersyaratkan sub-perakitan tertentu ketika berada pada stasiun
akhir dari aliran multi stasiun perakitan atau pada mesin akhir dari arus
perusahaan. Karena itu model memasukkan titik konsumsi nyata ke dalam
perkiraan yang dapat membantu menurunkan akumulasi dari persediaan barang
sebelum tahap akhir (Xiaobo and Zhou 1999, Xiaobo et al. 1999). Oleh karena itu,
pendekatan dalam hal penjadwalan seharusnya diadopsi sebagai pengganti dari
“sequencing approach” yang sekarang. Kami mengusulkan production smoothing
dalam jangka waktu yang berkelanjutan untuk mendapatkan arah/gambaran riset
(penelitian) berkaitan dengan production smoothing yang akan dilakukan di masa
mendatang.
Pada lingkungan yang kompetitif seperti sekarang, efisiensi dilihat tak hanya
pada level perusahaan manufaktur tetapi pada level supply chain, dan bertransisi
kedalam bentuk
JIT supply chain
yang sangat kritis. Walaupun pada kenyatannya
daerah/ruang lingkup supply chain telah berkembang menjadi sebuah objek kajian
yang sangat besar/luas. Pekerjaan yang mempertimbangkan aliran produk smooth
pada
JIT supply chain
terbatas. Kubiak (2005) memperkenalkan konsep
berbamca-macam supply chain produk dan sebuah model yang bertujuan untuk
menghaluaskan urutan produksi pada tahap akhir dari supply chain. Aigbedo
(2204) juga focus mada meminimalkan variasi dari penggunaan sub-perakitan
Aigbedo (2004) is also concerned with minimizing pada berbagai macam
supply chain produk. Ia menekankan dalam banyak situasi, pemasok
mengantarkan bagian yang diperlukan dalam siklus pemesanan yang konstan,
kerangkan kerja dari kuantitas variable pemesanan, dan mengusulkan beberapa
system pengukuran baru untuk mengevaluasi berbagai macam
“part usage”.
Mengoptimalkan jadwal produksi pada tahap akhir dari supply chain dengan tetap
memperhatikan variasi dan biaya yang dihabiskan oleh pemasok/supplier adalah
area penting lainnya untuk penelitian di masa mendatang.